Dialog Pancasila dan Agama

(Dok. Google) 


Apa jadinya jika Pancasila tidak sejalan dengan Agama?

Pertanyaan semacam itu mungkin jarang kita dengar ditengah-tengah masyarakat kita. Namun, bagi seorang mahasiswa, pertanyaan tersebut sebenarnya bisa dijawab dengan secangkir kopi dan rokok yang menyala.

Kita sadar bahwa Indonesia bukanlah negara agama, apa lagi negara Islam. Meski banyak sekali orang-orang yang ingin merubah negara Indonesia dengan Pancasila-nya menjadi negara Islam. Menurut saya itu adalah lelucon dan khayalan belaka. Pasalnya, Indonesia merdeka saja bukan karena perjuangan sekelompok orang yang beragama saja. Walaupun saat ini masih banyak perdebatan Keislaman dan Ke-Indonesiaan atau antara orang-orang dengan orientasi agama dan orang-orang sekuler.

Perdebatan antara agama dan Pancasila saat ini juga di perkeruh oleh orang-orang ekstrim kanan (fundamentalis) dengan dalil pemurnian Islam yang selalu digaungkan oleh mereka. Pemaksaan kehendak orang lain untuk sependapat dengan kita, menganggap kelompoknya paling benar dan kelompok lain salah. Tanpa disadari itulah yang melahirkan kelompok-kelompok ekstrimis, radikalis dan bisa jadi berujung pada aksi terorisme: pengeboman, penembakan, penyerangan dan lainnya.

Lalu bagaimana sebenarnya hubungan Pancasila dan Agama?

Indonesia merupakan negara hukum dengan asas Pancasila sebagai dasar Negara. Artinya Indonesia bukanlah negara agama bukan pula negara sekuler. Melainkan negara demokratis. Rumusan Pancasila sudah diperdebatkan oleh Founding Fathers kita pada sidang BPUPKI 1945. Pada perdebatan tersebut awalnya kelompok Nasionalis Islam mendukung bahwa Indonesia sebagai negara Islam. Sementara kelompok Nasionalis Sekuler mendukung ide negara sekuler dimana negara tidak bertanggungjawab atas agama --tidak ada libur hari raya, penentuan satu ramadhan, satu syawal, dll. Kelompok Nasionalis sekuler menolak sistem negara Indonesia berdasarkan Agama, apa lagi agama tertentu.

Walaupun ada perbedaan pandangan pada sidang BPUPKI 1945 tentang perumusan Pancasila, khususnya saat kubu nasionalis Islam mengusulkan negara dengan syariat Islam tetapi berkat lobi dari Moh. Hatta akhirnya lewat sidang tidak resmi BPUPKI yang terdiri dari panitia sembilan mencetuskan Piagam Jakarta, dua kubu bersepakat untuk menghapuskan tujuh kata yang mengistimewakan agama tertentu.

Dari perdebatan perumusan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia kita dapat memetik pelajaran berharga. Bahwa kepentingan pribadi atau kelompok atas dasar fanatisme merupakan hal yang tidak dapat dipertahankan. Terlebih dalam merumuskan sesuatu yang berguna untuk kepentingan nasional.

Perumusan Pancasila merupakan bentuk nyata dari perwujudan nilai-nilai pluralisme. Dimana para founding Fathers berpikir terbuka untuk merumuskan dasar negara. Sikap kompromi yang ditunjukkan merupakan semangat nasionalisme yang tinggi. Kemudian para founding Fathers kita juga telah mencetuskan tujuan bangsa Indonesia dengan cara yang demokratis, tidak ingin menang sendiri tetapi menjunjung tinggi pendapat orang lain. Yang terakhir adalah founding Fathers telah mengajarkan bagaimana caranya berjuang untuk mendapatkan satu tujuan bersama.

Pancasila sebagai hasil akhir perumusan dasar negara mengandung nilai-nilai toleransi yang tinggi. Terbukti dengan tidak mengistimewakan agama tertentu dan nilai-nilai yang terkandung didalam butir-butir setiap sila mencerminkan sikap asli masyarakat Indonesia yang bebas memeluk agama dan kepercayaan masing-masing, memiliki rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, bersatu untuk membangun kepentingan Indonesia, rakyatnya berdaulat atas kebebasan berpendapat dimuka umum dan berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.


(@aji_frmn) 

Posting Komentar

0 Komentar