Gadis Terbitan Pati

 


Aku bertemu dengannya disuatu rumah Joglo, di kota Semarang bagian selatan. Suasana rumah saat itu masih sepi, di teras rumah ia sedang duduk santai bersama seorang sahabatnya menunggu acara pelatihan dimulai. Ia datang lebih awal, padahal peserta pelatihan yang lain belum juga kelihatan batang hidungnya. Bahkan Aku sendiri sebagai panitia saja datang terlambat sepersekian menit.

"Cepat sekali tu anak datang acara" desusku dalam hati.

Perlahan aku mulai mendekatinya dan duduk di kursi sebelah. Lalu aku mencoba membuka percakapan ringan.

"Kok cepet banget datengnya? Sudah dari tadi menunggu?"

"Belum lama kok Sahabat (Sebutan Sahabat untuk laki-laki dalam organisasi yang kami ikuti, sedangkan untuk perempuan disebut Sahabati). Kebetulan kampus kami deket dari sini. Makanya kami datang duluan" ucapnya. 

"Oh begitu, pantesan saja sudah datang lebih awal. Ini yang lain kemungkinan besar datang telat, karna masih ada acara di Kampus," balasku.

Aku membelikannya minuman dingin untuk menemani obrolan kami karena cuaca Semarang hari itu sangatlah panas, seperti biasa-biasanya.

"Btw, kalian dari kampus mana?" tanyaku lagi

"Aku dari Universitas Sayap Emas, deket sini kok gak sampai setengah jam" jawabnya.

"Asalnya dari mana sahabati?" tanyaku lagi, walaupun sebenarnya dalam hatiku merasa gugup, takut ia tidak nyaman dengan obrolan macam ini.

"Aku dari Pati, tahu daerah Pati?"

"Iya tahu dong, minggu kemarin aku ke daerah Pati, Kecamatan Pucakwangi. Silaturahmi ke rumah senior untuk kelancaran acara ini"

"Masa sih? Aku rumahku juga di kecamatan Pucakwangi loh"

"Iya beneran, Aku kesana bareng sahabat-sahabati panitia acara ini"

"Apa jangan-jangan ke rumahnya mas Iksan?"

"Lah kok kamu tau Mas Iksan? Iya bener kemarin Aku kesitu"

"Kebetulan Aku satu desa dengannya, beliau juga pembina organisasi pelajar putra dan putri di daerahku, memang seringkali mahasiswa kampus ijo silaturahmi ke rumahnya beliau. Maklum, kabarnya dulu beliau orang berpengaruh di kampus ijo pada zamannya"

"Oh begitu ya, boleh dong kalau Aku ke Pati mampir kerumahmu"

"Ya boleh saja kok, nanti tak kasih jajan yang banyak, hehe."

Pertanyaan demi pertanyaan tak terasa saling kami lontarkan. Di tengah kota Semarang yang panas, siang itu terasa dingin karena obrolan ringan ini.

"Eh ya, dari tadi kita ngobrol kok aku belum tahu namanya" ucapku memecah keheningan.

"Aku Arifa, dan ini sahabat karibku namanya Ayu"

"Salam kenal, Aku Ibrahim atau panggil saja Boim asli dari Kabupaten Tegal"

"Berarti ngapak dong?"

"Ya gak juga sih, kan sudah dua tahun di Semarang, hehe"

"Kirain masih ngapak, soalnya temen kelasku ada dari Tegal kalo ngomong lucu, medok gitu."

Entah mengapa aku benar-benar tertarik dengan alisnya yang lumayan tebal, hampir menyambung antara kanan dan kiri membuatku candu untuk tidak berhenti memandangnya. Dibalut kacamata dengan frame hitam tipis menambah manis senyum wajahnya yang putih langsat itu. Arifa, satu hal yang ku tangkap darimu, sikap dan tutur katanmu sangat lembut, khas perempuan-perempuan Jawa. 

"Oh ya kamu sudah tau jadwal acara ini belum?" tanyaku

"Belum ih, aku baru masuk grup WhatsApp kemarin. Jadi belum tahu informasi apa-apa"

Lalu aku dengan sengaja mencari kontak WhatsAppnya dan mengirimkan file jadwal acara secara chat pribadi. Agar aku dapat menyimpan kontak WhatsAppnya di ponselku.

"Itu sudah aku kirim ke kontak WhatsAppmu, coba cek sudah masuk atau belum?"

"Ok sudah masuk ini. Aku save nomormu ya."

Sepertinya rencanaku berhasil, ia menyimpan kontak WhatsAppku, begitu pun aku sebaliknya. Hatiku rasanya senang sekali, melebihi senangnya bisa mengadakan acara pelatihan ini.

~~

Empat hari berlalu, acara pelatihan sudah selesai. Setelah menimba ilmu yang cukup berat untuk dipahami, semua peserta kembali ke rutinitas masing-masing. Belajar dikelas, menjalani carut-marutnya organisasi, dan menikmati hingar-bingar kota Semarang.

Suatu ketika aku iseng untuk bertanya kabar Arifa, gadis asal Pati dengan alisnya yang candu.

"Assalamu’alaikum, gimana kabarnya?" tanyaku via WhatsApp

"Wa'alakumussalam, alhamdulillah baik sahabat, kalau kamu sendiri bagaimana" jawabnya sambil balik bertanya.

"Alhamdulillah seperti yang aku dan kau harapkan, aku pun baik-baik saja disini"

Jarak antara kampusku dan kampusnya lumayan jauh. Aku di kampus ijo letaknya Semarang bagian barat, dan ia di kampus sayap emas, Semarang bagian timur.

"Kapan-kapan ngopi dong, bagi-bagi ilmu yang kemarin di pelatihan" ujarku iseng untuk mengajaknya keluar.

"Boleh-boleh, nanti ya kapan-kapan. Soalnya aku lagi sibuk banyak tugas kuliah. Maklumlah jurusan PGSD" jawabnya.

Hari demi hari terlewati, kita saling bertanya kabar hampir setiap hari via WhatsApp. Sesekali kita juga bertahap layar melalui video call.

Suatu ketika kita bertemu. Dengan sepeda motor bebek aku nekat menjemputnyan dari Semarang bagian barat ke Semarang bagian timur. Berbekal maps, aku mencari kosnya dengan susah payah. Maklum, tidak hapal daerahnya. Hingga akhirnya aku meminta ia keluar dari indekosnya.

"Aku dah didepan kos, rumah warna abu-abu tingkat dua" ucapnya lewat telpon.

Lantas aku bergegas melacu sepeda motor menuju tempatnya.

"Setelah sekian lama akhirnya kita ketemu lagi ya," ucapku.

Perasaanku sungguh bercampur aduk, antara gerogi dan bahagia bisa melihat kembali alisnya yang candu. Kali ini ia memakai kerudung pashmina kuning kunyit dengan helm warna hitam dan merah muda. Sungguh rasanya seperti dejavu.

~~~




Posting Komentar

0 Komentar