(Doc. Google) |
Noni Relika merupakan salah satu mahasiswi di UIN Walisongo Semarang. Sejak lulus SMA ia mencoba mencari jati dirinya khusus nya dalam hal beragama. Remaja yang baru saja dewasa itu memulai perjuangan nya dengan cara aktif mengikuti beberapa kajian sunnah dari masjid ke masjid. Selain itu ia juga aktif mengikuti komunitas muslimah dikota kelahirannya, Purwokerto.
Dalam kajian tersebut Ia banyak bertemu dengan kawan-kawannya yang juga sedang menggali lebih dalam ilmu agama. Ketertarikannya kepada kajian yang diikutinya pun terus berlanjut ketika dirinya memahami disana banyak muslimah yang memakai niqob atau cadar. Akhirnya, mulai tahun 2018 dirinya memberanikan diri untuk mencoba memakai niqob seperti teman yang lainnya. Keputusan itu Bukan tanpa sebuah alasan, ketika ditanya oleh tim buletin kosmopolit ia menuturkan bahwa alasan itu datang dari diri sendiri. "Alasan saya memakai niqob karena lebih nyaman, dan supaya tidak diganggu oleh laki-laki yang nakal" ujar Noni kepada tim buletin kosmopolit (1/04).
Dengan memakai niqob ia merasakan kenyamanan yang tidak diperoleh ketika Ia masih memakai jilbab yang pendek dan belum memakai niqob. Walaupun awalnya keluarga tidak menyetujui terutama sang Ibu. Tetapi ia terus meyakinkan orang tuanya agar diizinkan memakai niqob. Ia selalu mendokumentasikan semua kegiatan kajian dan ditunjukan kepada orang tuanya.
Noni merupakan salah satu dari ribuan perempuan yang berusaha mencari jati dirinya sendiri dengan cara mencari ilmu agama dan mengamalkan apa ajaran-ajaran 'sunnah' yang diperolehnya ketika mengikuti kajian dari masjid ke masjid. Akhirnya dia merasakan kehidupannya yang sekarang terasa lebih baik dari pada sebelumnya.
Pergeseran Makna Hijrah
Dikalangan pemuda dan pemudi milenial, pemaknaan hijrah seringkali disalah artikan. Pemaknaan hijrah lebih kepada penekanan aspek eksistensi saja ketimbang dari aspek yang lebih substansial. Seperti yang dilansir dari www.nu.or.id disebutkan bahwa substansi hijrah sejatinya tidak terbatas pada perpindahan yang bersifat lahiriyah, namun juga mencakup perpindahan yang bersifat batiniah.
Bagi kaum perempuan dan laki-laki hijrah erat dikaitkan dengan perubahan dari mulai cara berpakaian, gaya bahasa, hingga keterbukaan diri pada lingkungan sekitar. Hal ini sama seperti yang dirasakan oleh Ani yang memiliki teman bernama Rani, dia mengamati sejak dari SMA Rani kian hari banyak perubahan pada diri temannya itu. "Dari dulu Rani orang yang terbuka, tapi semenjak kelas 2 SMA banyak yang berubah dari dia. Mulai dari pakaiannya yang panjang-panjang, sampe bahasa yang dipakai seperti bahasa ke arab-araban," kata Ani ketika dihubungi oleh tim buletin kosmopolit (17/04).
Selain itu hijrah juga dapat disalah artikan dalam hal niat. Saat diwawancarai Noni menjelaskan bahwa dirinya mengaku sedang dalam proses berhijrah, namun hanya baru sebatas perubahan dari fisiknya saja. Dan Ia pun menyadari itu namun tekadnya masih sangat kuat dalam berhijrah yaitu merubah akhlak. Dari yang tidak baik menuju akhlak yang baik.
Mengembalikan makna hijrah.
Jika kita terus menerus memahami istilah hijrah yang berkembang dimasyarakat khususnya muslim kota, maka akan timbul sebuah pengelompokan atau sekat yang membatasi. Ada yang mengatakan "Aku sudah berhijrah" dan "Kamu belum Berhijrah". Hal itu dikarenakan memandang hijrah hanya sekedar untuk eksistensi saja bukan substansialnya.
Tidak sedikit pula orang yang mengaku dirinya berhijrah namun tidak di iringi dengan sikap istiqomah, “Ada cara untuk mengetahui orang yang benar-benar berhijrah dan hanya mengikuti trend, biasanya orang yang mengikuti trend gak bakal lama dia berubah. Misalkan minggu ini pakai pakaian yang syar’i lalu minggu depannya kembali seperti masa lalu,” ujar Noni dalam kesempatan yang sama.
KH. Sayfudin Zuhri seorang ulama di Semarang juga mengatakan bahwa pemaknaan hijrah yang sesungguhnya adalah berubahnya sikap seseorang dari hal yang buruk ke hal yang baik. Disamping itu harus di iringi dengan sifat Istiqomah, karena tujuan akhir dari hijrah adalah akhlak yang baik. Menata akhlak jauh lebih baik dari pada sekedar memakai pakaian yang panjang dan mewah, jenggot panjang atau celana cingkrang.
*Tulisan diatas merupakan laporan utama buletin kosmopolit edisi XV yang diterbitkan oleh Lembaga Kajian dan Penerbitan (LKaP) PMII Rayon Abdurrahman Wahid Komisariat UIN Walisongo Semarang.
0 Komentar